Sekilas Riwayat Pemberian Judul Kumpulan Surat Kartini: Habis Gelap Terbitlah Terang
Kadang terlintas pertanyaan mengapa judul kumpulan surat Kartini dinamai begitu? Mengapa "Habis Gelap Terbitlah Terang"?
Merujuk pada sejarahnya, seperti yang diungkapkan oleh Aguk Irawan dalam bukunya "Kartini: Kisah yang Tersembunyi" (2016) bahwa judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" merupakan hasil terjemahan Armijn Pane dari Bahasa Belanda "Door Duisternis tot Licht" yang sebenarnya bukan bermakna demikian melainkan memiliki makna "dari kegelapan kepada cahaya" (Irawan, 2006).
Bahwa juga menurut Irawan (2006) fakta demikian diatas dapat dikaitkan dengan pemahaman mengenai rasa kagum Kartini terhadap surat-surat di Al-Quran walaupun hal tersebut masihlah begitu gamang untuk disimpulkan. Pasalnya, frasa "dari kegelapan kepada cahaya" terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 257 yang dalam bahasa arab berbunyi "minazh zhulumati ilan nur".
Namun terlepas dari pelbagai tafsir diatas, hal yang justru menarik perhatian saya adalah fakta dimana judul kumpulan surat Kartini tersebut bukanlah murni berasal dari suara Kartini seorang. Judul tersebut diberikan oleh Nyonya Abendanon yang diambil dari salah satu syair yang dikutip Kartini yaitu "Habis malam terbitlah terang". Judul tersebutlah yang kemudian menginspirasi Pane dalam menerjemahkan "Door Duisternis tot Licht" menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Jikalau dilihat dari kejauhan, tanpa didasari teori atau fakta sejarah apapun serta-merta saya seperti bisa memahami korelasinya walau hanya menyentuh bagian permukaan saja. Judul tersebut seperti nyata kuat menggambarkan harapan Kartini terhadap gerakan maju kaum perempuan Jawa, perempuan bumiputera yang khususnya hidup di masa mendatang setelah masa sang raden adjeng usai. Judul tersebut begitu tegap mewakili harapan Kartini akan perubahan besar bagi kaum perempuan Indonesia seperti jelas terukir di salah satu suratnya kepada Stella Zeehandelaar tahun 1901:
"Akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia Bumiputra; kalau bukan oleh karena kami, tentu oleh karena orang lain; kemerdekaan perempuan telah terbayang-bayang di udara- sudah ditakdirkan."
Kartini meyakini dan mengharapkan itu, kemerdekaan perempuan di masa mendatang. Masa yang tidak dapat diketahui kapan namun tentulah panjang, tak lekang oleh waktu. Masa-masa dimana nama Kartini mungkin hanya akan menjadi simbol atau perangkat halus pengingat semangat emansipasi yang pernah begitu bergejolak di masa lalu. Gejolak, harapan, dan keyakinan Kartini tersebutlah yang kemudian menurut saya dapat pula layak dijadikan alasan dalam pemahaman subjektif mengenai latar belakang pemilihan judul kumpulan surat Kartini yaitu "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Namun kembali lagi, pengertian saya diatas hanyalah penafsiran subjektif yang bergerak dari bentuk-bentuk pengalaman saja. Sangat boleh dipastikan bahwa setiap bentuk memiliki kelemahannya tersendiri.
Monicha, 2018
(Pembahasan berikut diatas lahir dari proses membaca singkat buku "Kartini: Kisah yang Tersembunyi" karya Aguk Irawan MN)
Kadang terlintas pertanyaan mengapa judul kumpulan surat Kartini dinamai begitu? Mengapa "Habis Gelap Terbitlah Terang"?
Merujuk pada sejarahnya, seperti yang diungkapkan oleh Aguk Irawan dalam bukunya "Kartini: Kisah yang Tersembunyi" (2016) bahwa judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" merupakan hasil terjemahan Armijn Pane dari Bahasa Belanda "Door Duisternis tot Licht" yang sebenarnya bukan bermakna demikian melainkan memiliki makna "dari kegelapan kepada cahaya" (Irawan, 2006).
Bahwa juga menurut Irawan (2006) fakta demikian diatas dapat dikaitkan dengan pemahaman mengenai rasa kagum Kartini terhadap surat-surat di Al-Quran walaupun hal tersebut masihlah begitu gamang untuk disimpulkan. Pasalnya, frasa "dari kegelapan kepada cahaya" terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 257 yang dalam bahasa arab berbunyi "minazh zhulumati ilan nur".
Namun terlepas dari pelbagai tafsir diatas, hal yang justru menarik perhatian saya adalah fakta dimana judul kumpulan surat Kartini tersebut bukanlah murni berasal dari suara Kartini seorang. Judul tersebut diberikan oleh Nyonya Abendanon yang diambil dari salah satu syair yang dikutip Kartini yaitu "Habis malam terbitlah terang". Judul tersebutlah yang kemudian menginspirasi Pane dalam menerjemahkan "Door Duisternis tot Licht" menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Kartini dan murid-muridnya |
Jikalau dilihat dari kejauhan, tanpa didasari teori atau fakta sejarah apapun serta-merta saya seperti bisa memahami korelasinya walau hanya menyentuh bagian permukaan saja. Judul tersebut seperti nyata kuat menggambarkan harapan Kartini terhadap gerakan maju kaum perempuan Jawa, perempuan bumiputera yang khususnya hidup di masa mendatang setelah masa sang raden adjeng usai. Judul tersebut begitu tegap mewakili harapan Kartini akan perubahan besar bagi kaum perempuan Indonesia seperti jelas terukir di salah satu suratnya kepada Stella Zeehandelaar tahun 1901:
"Akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia Bumiputra; kalau bukan oleh karena kami, tentu oleh karena orang lain; kemerdekaan perempuan telah terbayang-bayang di udara- sudah ditakdirkan."
Kartini meyakini dan mengharapkan itu, kemerdekaan perempuan di masa mendatang. Masa yang tidak dapat diketahui kapan namun tentulah panjang, tak lekang oleh waktu. Masa-masa dimana nama Kartini mungkin hanya akan menjadi simbol atau perangkat halus pengingat semangat emansipasi yang pernah begitu bergejolak di masa lalu. Gejolak, harapan, dan keyakinan Kartini tersebutlah yang kemudian menurut saya dapat pula layak dijadikan alasan dalam pemahaman subjektif mengenai latar belakang pemilihan judul kumpulan surat Kartini yaitu "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Namun kembali lagi, pengertian saya diatas hanyalah penafsiran subjektif yang bergerak dari bentuk-bentuk pengalaman saja. Sangat boleh dipastikan bahwa setiap bentuk memiliki kelemahannya tersendiri.
Monicha, 2018
(Pembahasan berikut diatas lahir dari proses membaca singkat buku "Kartini: Kisah yang Tersembunyi" karya Aguk Irawan MN)